Selasa, 25 September 2012

NOVIANI STISIPM SIDRAP


HALAMAN PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KECAMATAN PANCA RIJANG
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG


Disusun dan diajukan oleh:


NOVIANI
NPM. 430 810 95
ILMU PEMERINTAHAN




Menyetujui:
                Pembimbing I,                                                       Pembimbing II,





      Dra. Andi Nilwana, M.Si                            Hariyanti Hamid, S.P., S.Sos., M.Si.
               NBM. 907537                                                         NBM. 889 710



Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan





Hj. A. Astinah Adnan, S.Sos., S.Pd., M.Si.
NBM. 869 317



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
         Pembangunan pendidikan itu penting. Pembinaan, pengembangan, pemenuhan jumlah, pemerataan distribusi dan peningkatan kesejahteraan guru juga penting. Tema-tema semacam ini nyaris selalu dijual oleh juru kampanye partai hingga calon presiden. Masyarakat umum dan komunitas pendidikan terus dibuai sekaligus berharap agar janji-janji semacam itu menjadi kenyataan. Setidaknya kita ada kesempatan menunggu untuk kemudian sangat mungkin menagih janji.
         Akan seperti apa pendidikan kita kedepan, agaknya memang masih terus dicari bentuk ideal. Kebijakan pembinaan dan pengembangan pembangunan pendidikan mencakup dua dimensi, yaitu lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Eksistensi lembaga pendidikan persekolahan mulai dari pendidikan  dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi di bawah naungan PGRI merupakan suatu bentuk riel partisipasi masyarakat dalam membangun pendidikan di tanah air kita.
1
         Pendidikan kita harus diformat secara benar memasuki era globalisasi pada abad ke -21 ini. Pendidikan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar. Seperti kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berlangsung sangat cepat dan menuntut kemampuan sumber daya pendidikan (manusia  dan sumber daya lainnya) melakukan penyesuaian yang bermakna, agar bangsa Indonesia dapat mengejar kemajuan dibidang IPTEK seperti yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
         Mobilitas pekerjaan yang berkemampuan dan berketerampilan tinggi pada tataran internasional yang gerakannya melintasi batas-batas Negara menuntut pendidikan kita makin harus dikelola secara bermutu, baik proses maupun luarannya. Krisis ekonomi dan multikrisis lain yang menyertainya, langsung atau tidak langsung mendorong dunia pendidikan kita untuk dapat makin memperkuat diri atau setidaknya dapat mempertahankan pencapaian pembangunan pendidikan yang telah ada sekarang.
         Dengan berlakunya pelaksanaan ekonomi daerah, termasuk ekonomi dibidang pengelolan pendidikan, sistem pendidikan nasional yang dulunya dikelolah secara sentralistik menuntut perubahan dan penyesuaian, agar pelaksanaannya tetap dalam skema sebuah sistem yang baik, namun mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya, mengakomodasi keberagaman dan kebutuhan daerah, peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat secara luas.
         Mengingat besarnya tantangan pendidikan maka sebaiknya pemerintah memberikan prioritas pelaksanaan pembangunan pendidikan pada pemenuhan kebutuhan manusia saat ini serta menjamin kelangsungan pembangunan pendidikan. Dengan demikian penekanannya lebih pada pemerataan antar generasi daripada lintas generasi, maka pemerintah mengeluarkan aturan melalui Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
         Para pemimpin di Negara berkembang merupakan totalitas yang dikuasai nilai-nilai dan kepemimpinan dalam suatu kelompok masyarakat, yang dikendalikan oleh nilai masyarakat itu sendiri. Konsepsi pemerintah dalam konteks pendidikan haru disandarkan pada pemikiran bahwa pemimpin pendidikan harus mampu memahami tujuan pendidikan sasaran dan tahapan yang secara global.
         Pada kenyataannya, pembangunan pendidikan yang dijalankan di Indonesia selama ini dirasakan kurang atau bahkan dapat dikatakan, tidak memperhatikan konsep pembsngunan pendidikan baik ditingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Banyak hal yang dapat dijadikan bukti atas kegagalan Indonesia dalam menjalankan pembangunan pendidikan. Faktor biaya merupakan salah satu indikator dari tidak dijalankannya konsep pembangunan pendidikan yang tidak memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang. Saat ini banyak anak-anak tidak mempunyai pendidikan karna mereka tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi dari orang tua yang tidak mendukung sehingga pendidikan mereka terputus.
         Pembangunan pendidikan semakin lama akan semakin baik. Daerah akan semakin berkembang menjadi daerah yang modern. Semua hal yang penting dan mendasar dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan adalah perhatian terhadap tiga aspek penting yaitu masyarakat, lingkungan, serta kegiatan masyarakat daerah. Keberhasilan melakukan pembinaan terhadap tiga aspek tersebut akan sangat menetukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan didaerah yang menuju masyarakat daerah yang berdaya mandiri, maju dan sejahtera. Kesejahteraan daerah-daerah yang ada dalam satuan daerah akan menggambarkan kesejahteraan daerah tersebut. Peran masyarakat sangat penting untuk kemajuan daerah ini. Dimana masyarakat ikut serta dalam memberikan dorongan kepada  anak agar dapat melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, sehingga Negara tersebut akan berkembang karena mutu sumberdaya manusianya berkualitas. Pemerintah telah melakukakan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan diantaranya pendidikan gratis  ,pemberian dana operasional sekolah serta pemberian tunjagan sertifikasi.
         Pembangunan yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang baik akan merusak tatah daerah itu, olehnya itu dalam mengimplementasikan pembangunan dibutuhkan kebijakan pemerintah yang handal sehingga implementasi pelaksanaan pembangunan yang memang kurang koordinasi. Dari uraian di atas maka penulis mengangkat judul “Implementasi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang”.

B. Rumusan Masalah
         Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.  Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang?
2.  Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang?
C. Tujuan Penelitian
     Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:
1.  Untuk mengetahui implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang.
2.  Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang?

D. Manfaat Penelitian
         Penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat:
1.  Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Pemerintah Sidenreng Rappang.
2.  Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam rangka pengawasan pembangunan di Kecamatan Panca Rijang.
3.  Setelah selesai penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dan pembaca lainnya bagaimana implementasi peemrintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Panca Rijang.
4.  Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan penelitian selanjutnya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi dan Pembangunan
1.  Konsep implementasi
         Pengertian implementasi menurut Salusu (1996: 409) adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul suatu keputusan atau implementasi adalah operasional dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu. Demikian halnya rumusan yang dikemukakan oleh Higgins dan Salusu (1996: 410) bahwa implementasi adalah ragkuman dari berbagai kegiatan di mana sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan.
         Daniel A. Mazmania dan Paul A. Sabatier (2008: 65) menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian impelementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara., yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
6
         Christopher Hodkinson (2008: 65) yang menyatakan bahwa memang tidak dapat diingkari bahwa kelompok-kelompok perwakilan atau kelompok-kelompok politik yang membuat kebijaksanaan, pnamun sungguh amat keliru kalau lama kita berasumsi bahwa hanya mereka  semata yang membuat kebijaksanaan dan amat picik pandangan kita kalau kita menganggap bahwa administrator-administrator pada jenjang tertentu dalam organisasi sama sekali tidak membuat kebijaksanaan. Apabila mereka tidak membuat kebijaksanaan, maka mereka sebetulnya sekedar manajer-manajer. Tetapi, sepanjang mereka secara langsung atau tidak langsung, formal atau informal, dengan cara persuasive, mengontril informasi, atau dengan sarana apapun menetapkan keputusan-keputusan kebijaksanaan, maka mereka adalah para eksekutif atau para administrator.
         Van Meter dan van Horn (2008: 65) merumuskan proses implementasi ini sebagai “those action by public or private individuals (or groups) the are directed at the achievement of objectives set firth in priorpolicy decisions”, (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
         Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Impelementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi implementasi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial. Dalam tataran praktis, impelementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan berikut ini.
1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan
2.  Pelaksanaa keputusan oleh instansi pelaksanaan
3.  Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan
4.  Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak
5.  Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksanaan
6.  Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
         Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting berikut ini.
1.  Penyiapan sumber daya, unit dan metode.
2.  Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.
3.  Penyediaan layanan, pembyaran dan hal lain secara rutin.
         Oleh karena itu implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistemasi dari pengorganisasian, penerjemahan, dan aplikasi.
         Ada beberapa model-model yang relatif abstrak, ada pula relatif operasional. Sekalipun demikian, penulis tidaklah bermaksud untuk menilai mana di antara model-model tersebut yang baik. Sebab penggunaan model ini untuk keperluan penelitian/analisis sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas permasalahan kebijaksanaan yang dikaji serta tujuan dan analisis itu sendiri. Sebagai pedoman awal, barangkali ada baiknya diingat bahwa semakin kompleks permasalahan kebijaksanaan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang relatif operasional model yang mampu menjelaskan hubungan kualitas antara variabel yang menjadi fokus analisis.
         Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gun (2008: 71), model ini kerapkali oleh para ahli disebut sebagai “the top down approach”. Untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna (perfect implementation) maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1)  Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/ instansi pelaksanaan tidak akan menimbulkan gangguan/ kendala yang serius. Beberapa hambatan pada saat implementasi kebijaksanaan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijaksanaan dan badan pelaksanaan. Misalnya program pembangunan pertanian dan di suatu wilayah terbengkalai dan mengalami kemacetan total lantaran musim kemarau yang berkepanjangan. Ada pula kemungkinan hambatan itu bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijaksanaan maupun tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait yang memiliki kekuasaan untuk membatalkannya. Kendala semacam ini cukup jelas dan mendasar sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bias diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator hanya mengingatkan bahwa kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijaksanaan.
2)  Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. Sebagai tumpang tindih yang kerap kali muncul kendala yang bersifat eksternal. Kebijaksanaan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politisi kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber yang tidak memadai. Masalah lain yang biasanya terjadi ialah apabila dana khusus untuk membiayai pelaksanaan program sudah tersedia, tetapi harus dapat dihabiskan dalam tempo yang amat singkat, kadang lebih cepat dari kemampuan program untuk secara efektif menyerapnya. Perlu pula ditegaskan di sini, bahwa dana uang itu pada dasarnya bukanlah sumber itu sendiri, sebab tidak lebih sekedar tikes dengan makna yakin dapat diperoleh sumber-sumber yang sebenarnya. Karena itulah kemungkinan masih timbul persoalan berupa kelambanan atau hambatan dalam proses konversinya, proses mengubah uang itu menjadi sumber-sumber dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan program atau proyek.
3)  Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Suatu pihak harus dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber yang diperlukan dan dipihak lain pada setiap tahapan proses implementasi perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan. Dalam praktik khususnya bila hal itu menyangkut proyek-proyek konstruksi seringkali terjadi hambatan yang serius. Misalnya perpaduan antara dana, tenaga kerja, tanah, peralatan, dan bahan-bahan bangunan yang diperlukan untuk membangun proyek tersebut seharunys dapat dipersiapkan secara serentak, namun ternyata salah satu atau mungkin kombinasi dari beberapa sumber tersebut mengalami kelambatan dalam penyediaannya sehingga berkaitan proyek tersebut tertudan pelaksanaan dan penyelesaiaannya dalam beberapa bulan. Tanggung jawab utama untuk mengimplementasikan program atau proyek secara tepat sudah tentu berada di pundak para staf administrasi, termasuk diantaranya para manajer program, sebab merekalah yang pada perancang bangunan dan para manajer pembangunan. Sebab merekalah yang pada nuraninya telah dibekali dengan sejumlah kemampuan teknik administrasi tertentu, network planning and control, manpower forecasting, and inventory control, sehingga dapat diharapkan bahwa sejak dini setiap hambatan yang bakal terjadi dapat diantisipasi sebelumnya dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat dapat segera dilakukan.
4)  Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal. Kebijaksanaan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan serta asal-asalan, melainkan karena kebijaksanaan itu sendiri memang berengsek. Penyebab dari ke semua ini, kalau mau dicari tidak lain karena kebijaksanaan itu telah didasari oleh tingkat pemahaman yang tidak memadai mengani persoalan yang akan ditanggulangi. Sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahannya, atau peluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang itu.
5)  Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kebanyakan program pemerintah sesungguhnya teori yang mendasari kebijaksanaan jauh lebih kompleks daripada sekedar berupa: jika X dilakukan maka terjadi Y dan mata rantai hubungan kausalitasnya hanya sekedar jika X maka terjadi Y. Dalam hubungan ini kebijaksanaan yang hubungan sebab akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbale balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks impelementasinya.
6)  Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implementasinya yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksanaan tunggal, yang untuk keberhasilan misi yang dikembangkannya tidak perlu tergantung pada badan lain, kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badan-badan lainnya maka hubungan ketergantungan dengan organisasi dini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan/ komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai, dan kesepakatan terhadap, tujuan atau sasaran yang dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung, sama mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor. Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa dalam kehidupan nyata tujuan yang akan dicapai organisasi atau suatu program tidak susah untuk diidentifikasikan atau telah dirumuskan dalam istilah-istilah yang kabur. Bahkan untuk sementara tujuan-tujuan resmi, kemungkinan tidak saling melengkapi, sehingga kemungkinan menimbulkan konflik yang tajam atau kebingungan, khususnya dalam hal para ahli/ kelompok profesional atau kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam program lebih mementingkan tujuan-tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan resmi kerap kali tidak dipahami dengan baik, mungkin karena komunikasi dari atas ke bawah dan keluar dari kantor pusat (misalnya departemen) tidak memadai. Bahkan seandainya tujuan-tujuan tersebut pada awal mulanya dipahami dan disepakati, tidak ada jaminan bahwa keadaan seperti ini akan terus terpelihara selama pelaksanaan program, mengikat kenyataan bahwa tujuan-tujuan itu cenderung mudah sekali berubah, dilipat gandakan, diperluas, dan diganti, Kecenderungan manapun yang bakal terjadi, akan meyebabkan rumitnya proses implementasi. Dari uraian-uraian ini sekali lagi kita dapat menyaksikan bahwa penyebab kegagalan implementasi kebijaksanaan itu mungkin berasal dari tahap-tahap lain dalam proses kebijaksanaan.
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan lagi. Di samping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tak dapat dihindarkan, keharusan adanya ruang yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat. Beberapa teknologi administrasi, semisal network planning and control, sedikitnya dapat dimanfaatkan untuk merencanakan dan mengendalikan implementasi proyek dengan cara mengindentifikasikan tugas-tugas yang harus diselesaikan, antara hubungan diantara masing-masing tugas dan urut-urutan logis pelaksanaannya. Tentu saja kan masih ada persoalan-persoalan manajerial yang lain, misalnya upaya untuk menjamin bahwa tugas-tugas tersebut dilaksanakan dengan benar dan tepat waktunya serta melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan apabila ternyata pelaksanaan tugas tersebut melenceng dari rencana.
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyaratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem satuan administrasi tunggal seperti halnya satuan tentara yang besar yang hanya memiliki satu satuan komando tanpa kompartementalisasi atau konflik di dalamnya. Tentu saja sarjana ini tidak bermaksud untuk menganjurkan sistem semacam itu. Perlu dicamkan bahwa terlepas dari persoalan bahwa adanya koordinasi yang sempurna itu amat diperlukan, kondisi seperti ini sebenarnya hampir–hampir tidak mungkin bias diwujudkan dalam kehidupan nyata kebanyakan organisasi yang umunya bercirikan adanya departementalisasi, profesionalisasi dan aneka kegiatan dari berbagai kelompok yang boleh jadi ingin melindungi nilai-nilai, tujuan dan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Komunikasi memang memainkan peran penting bagi berlangsungnya koordinasi dan implementasi pada umumnya. Namun komunikasi yang benar-benar sempurna sebetulnya merupakan kondisi yang sulit untuk bias diwujudkan. Walaupun sistem informasi manajemen mungkin dapat membantu dalam memadukan arus informasi yang diperlukan, informasi ini belum bias menjamin bahwa data, saran dan perintah-perintah yang dihasilkan benar-benar dimengerti sebagai apa yang dikehendaki oleh pihak yang mengirimnya. Koordinasi bukanlah menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang baik, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yakni praktek pelaksanaan kekuasaan pernyataan ini mengantarkan kita pada persyaratan terakhir mengenai implementasi yang sempurna.
10)     Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Pernyataan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah/ komando dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka ia harus dapat diidentifikasi oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang andal.
2.  Konsep pembangunan
         Menurut Kunarjo (1992: 7) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang dan diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Oleh karena itu dalam perencanaan pembangunan harus dipertimbangkan beberapa aspek antara lain: keadaan pada saat sekarang. Keberhasilan dan kegagalan dimasa lalu, potensi yang ada atau dimiliki dan kemampuan merealisasi potensi tersebut serta mengatasi kendala yang dijumpai ataupun mungkin dijumpai.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
         Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1.  Kondisi lingkungan
            Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosiokultural serta keterlibatan penerima program.
2.  Hubungan antarorganisasi
            Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
3.  Sumberdaya organisasi untuk implementasi program
            Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resourches) maupun sumberdaa non-manusia (non human resourches).
4.  Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
            Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. (Subarsono, 2005: 101).
         Pembangunan merupakan keharusan yang tidak boleh tidak dilaksanakan untuk dapat menghasilkan pencapaian target yang ingin dicapai. Rencana merupakan buah pikiran yang telah diolah berdasarkan kenyataan potensi sumber daya yang dimiliki. Adapun kegunaan perencanaan pembangunan antara lain:
1.  Sebagai pedoman pelaksanaan suatu kegiatan sehingga pelaksanaan sesuai rencana yang telah ditetapkan.
2.  Dapat mengurangi pemborosan dana maupun waktu.
3.  Program dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan.
4.  Agar sesuatu yang dikehendaki dapat tercapai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan sekecil mungkin.

C. Gambaran Implementasi Pemerintah dan Pelaksanaan Pembangunan Pendidikan

         Menurut Van Meter dan Van Horn (2008: 65) merumuskan proses implementasi ini sebagai “those action by public or private individuals (or groups) the are directed at the achievement of objectives set forth in priorpolicy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh indivisu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan ada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
         Sudarwan Denim (2007: 2) pada tataran yang lebih operasional, dunia pendidikan di Indonesia juga masih menghadapi aneka permasalahan yang memerlukan upaya pemecahan secara sistemik dan sistematik yaitu:
1.  Masih rendahnya pemerataan akses untuk memperoleh pendidikan, baik karena faktor ekonomi, kultural, maupun geografis.
2.  Mutu proses dan iuran pendidikan kita untuk sebagian besar belum terandalkan dilihat dari capaian prestasi belajar peserta didik dan keterampilan yang diperoleh.
3.  Iuran pendidikan untuk sebagian besar belum relevan dengan kebutuhan pembangunan dan dunia kerja.
4.  Kemampuan manajemen pendidikan yang masih lemah, sehingga muncul aneka distorsi dan sulitnya mendongkrak partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.
5.  Usaha-usaha inovasi atau pembaruan pendidikan yang dilakukan selama ini belum diimplementasikan secara optimunm akibat masih relatif lemahnya komitmen guru dan tenaga kependidikan serta dukungan masyarakat untuk menjaga sustanbilitasnya.
         Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier (2008: 81) yang disebut A frame work for implementation analysis (kerangka analisis implementasi) berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasikan kebijaksanaan  ialah mengdenfikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
         Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori besar, yaitu:
a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.
b.  Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstruktur secara tepat proses implementasinya, dan
c.  Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.
         Demikian juga menurut mazmania dan sabatir (2007:31) ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi.
a.  Variabel independent yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan keragaman objek dan perubahan seperti apa  yang dikehendaki.
b.  Variabel intervening yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasinya dangan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar.
c.  Variabel dependent yaitu pemehaman dari lembaga/ badan pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerima atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar.
         Upaya  pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan selama ini terus menerus dilaksanakan namun yang dicapai belumlah memuaskan. Dikatakan demikian setelah melihat indikator NEM yang diperoleh siswa sangat rendah dan dilihat dari aspek non akademik, banyak kritik terhadap masalah kedisiplinan, modal dan etika, kreativitas kemandirian dan sikap demokratis yang tidak mencerminkan ditingkat kualitas yang diharapkan.



D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi dalam Pembangunan Pendidikan

         Pelaksanaan pembangunan pendidikan adalah tindak lanjut dari perencanaan yang telah dimusyawarahkan dalam rapat daerah. Menurut Nyoman (1992: 94) mengemukakan bahwa wujud dari peranserta masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dapat berupa peranserta dalam bentuk tenaga, barang atau material ada juga yang menyumbangkan sejumlah uang.
         Aceng (2007: 8), faktor-faktor yang mempengaruhi kurang efektifnya kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan pendidikan yaitu:
1.  Adanya kesalahan dalam mengartikan proses pendidikan. Sekolah dianggap sebagai industri ilmu pengetahuan dan jasa, serta tidak lagi diartikan sebagai tempat dan budaya belajar, tempat proses yang menghasilkan kesadaran, sikap dan perilaku yang akan digunakan sebagai modal kemajuan dan jati diri.
2.  Ilmu pengetahuan masih diorientasikan sebagai barang komoditas konsumsi guna mendapati predikat sosial. Proses pendidikan hanya dipersepsikan sebagai prasyarat formal demi kelulusan, dan bukan demi pendalaman ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuka cakrawala guna mencari alternatif pemikiran dalam memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat.
3.  Sekolah/ kampus mirip sebuah industri/ bisnis komoditas ilmu pengetahuan ang dalam perkembangannya mengekor kemajuan masyarakat dan dunia industri.
4.  Terdapatnya kesan bahwa pendidikan formal banyak dititikberatkan pada mengajar dan bukan pada keteladanan nilai-nilai hidup.
         Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi menurut Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier (2008: 81) terdapat beberapa faktor yaitu:
1.  Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan
2.  Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi
3.  Varabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi.
         Madya (2009: 28), pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lainnya dengan tetap mengedepankan prinsip demokrasi, kemanusiaan, serta penghormatan atas hak-hak azasi manusia, melaksanakan pengelolaan pendidikan dalam proses pembelajaran berdasarkan prinsip ilmu kependidikan serta segala ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan yang disepakati penyelenggara pendidik dan membangun serta membina hubungan kerjasama yang setara dan saling menghargai sebagai mitra pendidikan dengan penyelenggara pendidikan dan pemerintah, yaitu:
1.  Pembangunan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lainnya dengan tetap mengedepankan prinsip demokrasi, kemanusiaan, serta penghormatan atas hak-hak azasi manusia.
2.  Pengelolaan pendidikan dan proses pembelajaran berdasar prinsip ilmu kependidikan serta segala ketentuan tentang penyelenggara pendidikan.
3.  Membangun serta membina kerjasama yang setara mitra pendidikan dengan penyelenggara pendidikan dan pemerintah.
         Sedangkan Hudaya (2008: 27) mengidentifikasi pemerintah dalam pelaksanaan meningkatkan mutu pendidikan maka guru diharapkan dapat:
1.  Berupaya dengan sekuat tenaga menjaga harkat dan martabat pemerintah dengan menghindari segala ucapan, tindakan, dan perilaku yang dapat mencerminkan citra negara.
2.  Berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan serta ilmu yang berkaitan dengan pendidikan dan bidang studi yang menjadi kompetensi guru.
3.  Terus menerus meningkatkan kompetensi profesionalnya selama menunaikan darma baktinya.
4.  Membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik secara optimal dan profesional untuk mencapai kualitas lulusan yang setinggi-tingginya.
         Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan peran pemerintah dalam pembangunan pendidikan memikul tanggung jawab dalam kegiatan meningkakan mutu pendidikan. Keterlibatan pemerintah dan guru itu dapat berupa sumbangan tenaga, barang dan uang, misalnya kesediaan memberikan pengajaran yang baik kepada peserta didik dalam pembangunan pendidikan. Kesediaan pemerintah dalam memberikan pendidikan gratis pada masyarakat sangat membantu bagi kalangan masyarakat sebagaimana diketahui banyak anak-anak putus sekolah karena faktor biaya dengan adanya kebijakan pemerintah pendidikan gratis itu sangat membantu bagi masyarakat kecil.




B. Kerangka Pikir
         Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka, kerangka pikir di atas mengenai pengertian teori dan penjelasan melalui implementasi pembangunan pendidikan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kurang efektifnya pembangunan pendidikan, maka dari itu perlu diadakan perencanaan pembangunan pendidikan yang baik. Maka secara sederhana kerangka pikir yang dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN
Ø Kondisi lingkungan
Ø Hubungan antar organisasi
Ø Sumber daya organisasi untuk implementasi program
Ø Karateristik kemampuan agen pelaksana


PEMBAGUNAN
PENDIDIKAN
   
                                                                    
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
                                                 









BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
      1.   Jenis data
                 Jenis data yang dipakai adalah sebagai berikut:
a.    data kuatitatif  yaitu data yang berbentuk angka-angka, dan
b.    data kuatitatif yaitu data yang bersifat kualitas yang menunkjukkan intensitas maupun mutu.
      2.   Sumber data
            Sumber data yang dipergunakan dalam rangka penelitian dapat diuraikan berikut ini.
a.       Data printer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan dari para pegawai yang telah ditentukan yang berhubungan dengan objek penelitian.
b.      Data skunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan dokumen-dokumen kantor serta referensi lain yang berkaitan dengan penelitian yang menunjang data printer.
Ada 3 macam yang mengenai sumber data maka ketiga macam sumber data tersebut, Arikota (2006: 129) menyatakan sebagai berikut:
1.        Proses adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Aparat Kantor kecamatan Panca rijang Kabupaten Sidenreng Rappang yang berkaitanj implamentasi kebijakan dan budaya kerja terhadap produktivitas kerja pegawai.
2.        Pleace adalah sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak , dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah Kantor Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang.
3.        Paper adalah sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi. Sumber data berupa paper dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang ada di Kantor Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang dan buku-buku atau perturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian.
                
B.     Lokasi Penelitian
                Penelitian yang dilakukan pada wilayah pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya pada kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panca Rijang termasuk salah satu daerah dalam yang melaksanakan otonomi daerah. Sehingga pembangunan pendidikan oleh pemerintah daerah sangat baik untuk peneliti.
 
C.  Populasi dan Sampel
      1.   Populasi
                     Sebelum mengetahui apa yang dimaksud dengan populasi, terlebih dahulu harus menentukan luas daerah populasi agar kita lebih muda memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan.
                     Populasi ini dapat diartikan bahwa seluruh penduduk  individu yang menjadi sasaran atau objek penelitian.
                     Menurut Sudjana (1989: 56) seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki disebut populasi atau universe, di mana populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang sama.
                     Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang dijadikan objek penelitian dan memiliki sifat dan ciri yang sama. Dengan demikian, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang berada pada Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah.
      2.   Sampel
                     Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan contoh peneliti dapat menetapkan sampel sebagai objek penelitian yang mempunyai sifat dan ciri yang relatif sama.
                     Dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa sampel adalah sejumlah penduduk yang kurang dari populasi, juga sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat dan ciri yang sama baiknya dengan sifat kodrat maupun sifat  pengkhususan.
                     Objek penelitian yang berpedoman paqda pendapat yang menyatakan, sebenarnya tidaklah ada satu aturan yang pasti beberapa persen suatu sampel yang harus diambil dari populasi.  Ketiadaan aturan yang pasti itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada seorang peneliti. Untuk memperoleh gambaran yang tepat dan perposisonal maka akan ditarik sampel dalam penelitian ini sebanyak  25 % dari total sebanyak 160 orang, maka besarnya sampel adalah 40 orang.
                     Metode penarikan sampel yang dilakukan adalah metode random sampel yaitu memilih secara acak sejumlah populasi hingga mencukupi jumlah sampel yang dibutuhkan.

D. Definisi Operasional Variabel
                 Untuk memudahkan memahami penulisan ini maka akan disajikan definisi operasional variabel yang digunakan serta istilah penting yang berkaitan dengan penelitian antara lain:
     1.  Perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang dan diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.
     2.  Implementasi adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul satu keputusan atau implementasi adalah operasional dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu.
     3.  Kebijakan pemerintah pada kenyataannya bersumber pada orang-orang membawa implikasi tertentu terhadap konsep kebijakan pemerintah.

E.  Teknik Pengumpulan Data
                 Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah:
     1.  Observasi
          Observasi adalah metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsungterhadap objek penelitian sehingga data yang signifikan dengan apa yang akan dicatat sebagai informasi.
     2.  Questioner
          Questioner adalah teknik pengumpulan data dengan membuat sejumlah pernyataan yang disebarkan untuk diisi oleh responden yang telah dipilih yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.
     3.  Interview
          Interview yaitu teknik pengumpulan data dengan wawancara langsung dengan informan kunci erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.
     4.  Studi Kepustakaan
          Studi kepustakaan yakni suatu kegiatan membaca dan mengumpulkan literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
F.  Teknik Analisis Data
                 Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2006:11) metode diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa memuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lain.
             Berdasarkan metode penelitian tersebut, maka penulis dalam menampilkan data, menafsirkan, dan menggambarkan suatu objek, serta mengemukakan pendapat berdasarkan fakta-fakta empirik yang berada di lapangan kemudian diartikan dengan teori yang bersifat umum dan baku.



DAFTAR PUSTAKA


Abdullah. 1987. Prinsip-prinsip total Quality Service. Ando Offset, Yogyakarta.

Aceng. 2007. Suara Guru. Mempererat hubungan Pemerintah dan guru, PP PGRI, Jawa.

Dunsire Andrew. 2008. Dasar-dasar Pelayanan Publik. Edisi Revisi Galia Indonesia, Jakarta.

Hodgkinson Crishtopher. 2008. Pengelompokan Penetapan Kebijaksanaan. Solihin Abdul Wahab. Jakarta.

Hoodwood dan Gunn. 2008. Model-model Implementasi, Remaja Rusdakarya, Bandung.

Hudaya, 2008. Suara Guru dalam Pembangunan Pendidikan. PP PGRI. Bandung.

Munir, 2000, Manajemen Pelayanan Publik, Bina Aksara, Jakarta.

Mazmania dan Paul A. Sabatier. 2008. Pedoman-Pedoman Kebijaksanaan. Solihin Abdul Wahab, Jakarta.

Madya 2009. Suara Guru Citra Pendidikan. PP PGRI, Semarang.

Majone dan Wildausky. 2008. Implementing Officials. Alfabeta. Bandung.

Nugroho. 2006. Kebijakan Publik. Bina aksara. Jakarta.

Porker Jaya 2007, Pelayanan Publik . Rineka Cipta. Yogyakarta.

Salusu, 2996. Manajerial Pelayanan Umum. Universitas Terbuka, Jakarta.

Sudarwan 2007. Mempererat hubungan PGRI dengan EI. PP PGRI, Semarang.

Sondang  P. Siagiang, 1984. Penerapan Staf dalam Manajerial, Gunung Agung, Jakarta.

Van Moter dan Van Horn. 2008. Proses-proses Implementasi. Gunung Agung. Jakarta.