HALAMAN PERSETUJUAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN DI KECAMATAN PANCA RIJANG
KABUPATEN
SIDENRENG RAPPANG
Disusun
dan diajukan oleh:
NOVIANI
NPM.
430 810 95
ILMU
PEMERINTAHAN
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing
II,
Dra. Andi Nilwana, M.Si Hariyanti Hamid,
S.P., S.Sos., M.Si.
NBM. 907537 NBM.
889 710
Mengetahui:
Ketua
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Hj.
A. Astinah Adnan, S.Sos., S.Pd., M.Si.
NBM.
869 317
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan
pendidikan itu penting. Pembinaan, pengembangan, pemenuhan jumlah, pemerataan
distribusi dan peningkatan kesejahteraan guru juga penting. Tema-tema semacam
ini nyaris selalu dijual oleh juru kampanye partai hingga calon presiden.
Masyarakat umum dan komunitas pendidikan terus dibuai sekaligus berharap agar
janji-janji semacam itu menjadi kenyataan. Setidaknya kita ada kesempatan
menunggu untuk kemudian sangat mungkin menagih janji.
Akan seperti apa
pendidikan kita kedepan, agaknya memang masih terus dicari bentuk ideal.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan pembangunan pendidikan mencakup dua
dimensi, yaitu lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Eksistensi lembaga pendidikan persekolahan
mulai dari pendidikan dasar hingga ke
jenjang perguruan tinggi di bawah naungan PGRI merupakan suatu bentuk riel
partisipasi masyarakat dalam membangun pendidikan di tanah air kita.
1
|
Mobilitas pekerjaan
yang berkemampuan dan berketerampilan tinggi pada tataran internasional yang
gerakannya melintasi batas-batas Negara menuntut pendidikan kita makin harus
dikelola secara bermutu, baik proses maupun luarannya. Krisis ekonomi dan
multikrisis lain yang menyertainya, langsung atau tidak langsung mendorong
dunia pendidikan kita untuk dapat makin memperkuat diri atau setidaknya dapat
mempertahankan pencapaian pembangunan pendidikan yang telah ada sekarang.
Dengan berlakunya
pelaksanaan ekonomi daerah, termasuk ekonomi dibidang pengelolan pendidikan,
sistem pendidikan nasional yang dulunya dikelolah secara sentralistik menuntut
perubahan dan penyesuaian, agar pelaksanaannya tetap dalam skema sebuah sistem
yang baik, namun mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari pada
sebelumnya, mengakomodasi keberagaman dan kebutuhan daerah, peserta didik,
serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat secara luas.
Mengingat besarnya
tantangan pendidikan maka sebaiknya pemerintah memberikan prioritas pelaksanaan
pembangunan pendidikan pada pemenuhan kebutuhan manusia saat ini serta menjamin
kelangsungan pembangunan pendidikan. Dengan demikian penekanannya lebih pada
pemerataan antar generasi daripada lintas generasi, maka pemerintah
mengeluarkan aturan melalui Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
Para pemimpin di
Negara berkembang merupakan totalitas yang dikuasai nilai-nilai dan
kepemimpinan dalam suatu kelompok masyarakat, yang dikendalikan oleh nilai
masyarakat itu sendiri. Konsepsi pemerintah dalam konteks pendidikan haru
disandarkan pada pemikiran bahwa pemimpin pendidikan harus mampu memahami
tujuan pendidikan sasaran dan tahapan yang secara global.
Pada kenyataannya,
pembangunan pendidikan yang dijalankan di Indonesia selama ini dirasakan kurang
atau bahkan dapat dikatakan, tidak memperhatikan konsep pembsngunan pendidikan
baik ditingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Banyak hal yang dapat
dijadikan bukti atas kegagalan Indonesia dalam menjalankan pembangunan
pendidikan. Faktor biaya merupakan salah satu indikator dari tidak dijalankannya
konsep pembangunan pendidikan yang tidak memperhatikan kepentingan generasi
yang akan datang. Saat ini banyak anak-anak tidak mempunyai pendidikan karna
mereka tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya karena faktor
ekonomi dari orang tua yang tidak mendukung sehingga pendidikan mereka
terputus.
Pembangunan
pendidikan semakin lama akan semakin baik. Daerah akan semakin berkembang
menjadi daerah yang modern. Semua hal yang penting dan mendasar dalam
mensukseskan program pembangunan pendidikan adalah perhatian terhadap tiga
aspek penting yaitu masyarakat, lingkungan, serta kegiatan masyarakat daerah.
Keberhasilan melakukan pembinaan terhadap tiga aspek tersebut akan sangat
menetukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan didaerah yang menuju
masyarakat daerah yang berdaya mandiri, maju dan sejahtera. Kesejahteraan
daerah-daerah yang ada dalam satuan daerah akan menggambarkan kesejahteraan
daerah tersebut. Peran masyarakat sangat penting untuk kemajuan daerah ini.
Dimana masyarakat ikut serta dalam memberikan dorongan kepada anak agar dapat melanjutkan pendidikan hingga
perguruan tinggi, sehingga Negara tersebut akan berkembang karena mutu sumberdaya
manusianya berkualitas. Pemerintah telah melakukakan berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan diantaranya pendidikan gratis ,pemberian dana operasional sekolah serta
pemberian tunjagan sertifikasi.
Pembangunan yang
dilaksanakan tanpa perencanaan yang baik akan merusak tatah daerah itu, olehnya
itu dalam mengimplementasikan pembangunan dibutuhkan kebijakan pemerintah yang
handal sehingga implementasi pelaksanaan pembangunan yang memang kurang
koordinasi. Dari uraian di atas maka penulis mengangkat judul “Implementasi
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca
Rijang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis
merumuskan masalah yang akan dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kebijakan
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca
Rijang?
2. Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui
implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
pendidikan di Kecamatan Panca Rijang.
2. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Panca Rijang?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
nantinya diharapkan dapat bermanfaat:
1. Diharapkan bahwa hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Pemerintah Sidenreng
Rappang.
2. Dapat dijadikan sebagai
bahan informasi dalam rangka pengawasan pembangunan di Kecamatan Panca Rijang.
3. Setelah selesai penelitian
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dan pembaca
lainnya bagaimana implementasi peemrintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
di Kecamatan Panca Rijang.
4. Semoga hasil penelitian
ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Implementasi dan
Pembangunan
1. Konsep implementasi
Pengertian implementasi
menurut Salusu (1996: 409) adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul
suatu keputusan atau implementasi adalah operasional dari berbagai aktivitas
guna mencapai suatu sasaran tertentu. Demikian halnya rumusan yang dikemukakan
oleh Higgins dan Salusu (1996: 410) bahwa implementasi adalah ragkuman dari
berbagai kegiatan di mana sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain
untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Daniel A. Mazmania
dan Paul A. Sabatier (2008: 65) menjelaskan makna implementasi ini dengan
mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian impelementasi
kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul
sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara., yang mencakup baik
usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/
dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
6
|
Van Meter dan van Horn (2008: 65) merumuskan proses implementasi
ini sebagai “those action by public or private individuals (or groups) the
are directed at the achievement of objectives set firth in priorpolicy
decisions”, (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu,
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan).
Implementasi mengacu
pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut
menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar
atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Impelementasi pada
hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah
program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi
implementasi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun
juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial. Dalam tataran
praktis, impelementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses
tersebut terdiri atas beberapa tahapan berikut ini.
1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan
2. Pelaksanaa keputusan oleh
instansi pelaksanaan
3. Kesediaan kelompok sasaran
untuk menjalankan keputusan
4. Dampak nyata keputusan
baik yang dikehendaki atau tidak
5. Dampak keputusan
sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksanaan
6. Upaya perbaikan atas
kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan
implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting berikut ini.
1. Penyiapan sumber daya,
unit dan metode.
2. Penerjemahan kebijakan
menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.
3. Penyediaan layanan,
pembyaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu
implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistemasi dari pengorganisasian,
penerjemahan, dan aplikasi.
Ada beberapa
model-model yang relatif abstrak, ada pula relatif operasional. Sekalipun
demikian, penulis tidaklah bermaksud untuk menilai mana di antara model-model
tersebut yang baik. Sebab penggunaan model ini untuk keperluan penelitian/analisis
sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas permasalahan kebijaksanaan
yang dikaji serta tujuan dan analisis itu sendiri. Sebagai pedoman awal,
barangkali ada baiknya diingat bahwa semakin kompleks permasalahan
kebijaksanaan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan
teori atau model yang relatif operasional model yang mampu menjelaskan hubungan
kualitas antara variabel yang menjadi fokus analisis.
Brian W. Hogwood dan
Lewis A. Gun (2008: 71), model ini kerapkali oleh para ahli disebut sebagai “the
top down approach”. Untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara
secara sempurna (perfect implementation) maka diperlukan beberapa
persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1) Kondisi eksternal yang
dihadapi oleh badan/ instansi pelaksanaan tidak akan menimbulkan gangguan/
kendala yang serius. Beberapa hambatan pada saat implementasi kebijaksanaan
seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan itu memang
di luar jangkauan wewenang kebijaksanaan dan badan pelaksanaan. Misalnya
program pembangunan pertanian dan di suatu wilayah terbengkalai dan mengalami
kemacetan total lantaran musim kemarau yang berkepanjangan. Ada pula
kemungkinan hambatan itu bersifat politis, dalam artian bahwa baik
kebijaksanaan maupun tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak
diterima oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait yang memiliki
kekuasaan untuk membatalkannya. Kendala semacam ini cukup jelas dan mendasar
sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bias diperbuat oleh para administrator
guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para
administrator hanya mengingatkan bahwa kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan
matang-matang sewaktu merumuskan kebijaksanaan.
2) Untuk pelaksanaan program
tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. Sebagai tumpang tindih
yang kerap kali muncul kendala yang bersifat eksternal. Kebijaksanaan yang
memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil
mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu
banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya
menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politisi
kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan
penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan pembatasan terhadap
pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program
karena sumber yang tidak memadai. Masalah lain yang biasanya terjadi ialah
apabila dana khusus untuk membiayai pelaksanaan program sudah tersedia, tetapi harus
dapat dihabiskan dalam tempo yang amat singkat, kadang lebih cepat dari
kemampuan program untuk secara efektif menyerapnya. Perlu pula ditegaskan di
sini, bahwa dana uang itu pada dasarnya bukanlah sumber itu sendiri, sebab
tidak lebih sekedar tikes dengan makna yakin dapat diperoleh
sumber-sumber yang sebenarnya. Karena itulah kemungkinan masih timbul persoalan
berupa kelambanan atau hambatan dalam proses konversinya, proses mengubah uang
itu menjadi sumber-sumber dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan program atau proyek.
3) Perpaduan sumber-sumber
yang diperlukan benar-benar tersedia. Suatu pihak harus dijamin tidak terdapat
kendala-kendala pada semua sumber yang diperlukan dan dipihak lain pada setiap
tahapan proses implementasi perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus
benar-benar dapat disediakan. Dalam praktik khususnya bila hal itu menyangkut
proyek-proyek konstruksi seringkali terjadi hambatan yang serius. Misalnya
perpaduan antara dana, tenaga kerja, tanah, peralatan, dan bahan-bahan bangunan
yang diperlukan untuk membangun proyek tersebut seharunys dapat dipersiapkan
secara serentak, namun ternyata salah satu atau mungkin kombinasi dari beberapa
sumber tersebut mengalami kelambatan dalam penyediaannya sehingga berkaitan proyek
tersebut tertudan pelaksanaan dan penyelesaiaannya dalam beberapa bulan.
Tanggung jawab utama untuk mengimplementasikan program atau proyek secara tepat
sudah tentu berada di pundak para staf administrasi, termasuk diantaranya para
manajer program, sebab merekalah yang pada perancang bangunan dan para manajer
pembangunan. Sebab merekalah yang pada nuraninya telah dibekali dengan sejumlah
kemampuan teknik administrasi tertentu, network planning and control,
manpower forecasting, and inventory control, sehingga dapat diharapkan
bahwa sejak dini setiap hambatan yang bakal terjadi dapat diantisipasi
sebelumnya dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat dapat segera dilakukan.
4) Kebijakan yang akan
diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal.
Kebijaksanaan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan
lantaran ia telah diimplementasikan serta asal-asalan, melainkan karena kebijaksanaan
itu sendiri memang berengsek. Penyebab dari ke semua ini, kalau mau dicari
tidak lain karena kebijaksanaan itu telah didasari oleh tingkat pemahaman yang
tidak memadai mengani persoalan yang akan ditanggulangi. Sebab-sebab timbulnya
masalah dan cara pemecahannya, atau peluang yang tersedia untuk mengatasi
masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan
peluang itu.
5) Hubungan kausalitas
bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kebanyakan
program pemerintah sesungguhnya teori yang mendasari kebijaksanaan jauh lebih
kompleks daripada sekedar berupa: jika X dilakukan maka terjadi Y dan mata
rantai hubungan kausalitasnya hanya sekedar jika X maka terjadi Y. Dalam
hubungan ini kebijaksanaan yang hubungan sebab akibatnya tergantung pada mata
rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab
semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbale balik
diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks
impelementasinya.
6) Hubungan saling
ketergantungan harus kecil. Implementasinya yang sempurna menuntut adanya
persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksanaan tunggal, yang untuk
keberhasilan misi yang dikembangkannya tidak perlu tergantung pada badan lain,
kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badan-badan lainnya maka
hubungan ketergantungan dengan organisasi dini haruslah pada tingkat yang
minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika
implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan
dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan/ komitmen terhadap
setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi
keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan
akan semakin berkurang.
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai, dan
kesepakatan terhadap, tujuan atau sasaran yang dicapai dan yang penting keadaan
ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan tersebut
haruslah dirumuskan dengan jelas dan lebih baik lagi apabila dapat
dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat
dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung, sama mampu berperan
selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor. Berbagai
penelitian telah mengungkapkan bahwa dalam kehidupan nyata tujuan yang akan
dicapai organisasi atau suatu program tidak susah untuk diidentifikasikan atau
telah dirumuskan dalam istilah-istilah yang kabur. Bahkan untuk sementara
tujuan-tujuan resmi, kemungkinan tidak saling melengkapi, sehingga kemungkinan
menimbulkan konflik yang tajam atau kebingungan, khususnya dalam hal para ahli/
kelompok profesional atau kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam program
lebih mementingkan tujuan-tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan resmi kerap kali
tidak dipahami dengan baik, mungkin karena komunikasi dari atas ke bawah dan
keluar dari kantor pusat (misalnya departemen) tidak memadai. Bahkan seandainya
tujuan-tujuan tersebut pada awal mulanya dipahami dan disepakati, tidak ada
jaminan bahwa keadaan seperti ini akan terus terpelihara selama pelaksanaan
program, mengikat kenyataan bahwa tujuan-tujuan itu cenderung mudah sekali
berubah, dilipat gandakan, diperluas, dan diganti, Kecenderungan manapun yang
bakal terjadi, akan meyebabkan rumitnya proses implementasi. Dari uraian-uraian
ini sekali lagi kita dapat menyaksikan bahwa penyebab kegagalan implementasi
kebijaksanaan itu mungkin berasal dari tahap-tahap lain dalam proses
kebijaksanaan.
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju
tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk
memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus
dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk
mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan lagi.
Di samping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tak dapat dihindarkan,
keharusan adanya ruang yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan
improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat.
Beberapa teknologi administrasi, semisal network planning and control,
sedikitnya dapat dimanfaatkan untuk merencanakan dan mengendalikan implementasi
proyek dengan cara mengindentifikasikan tugas-tugas yang harus diselesaikan,
antara hubungan diantara masing-masing tugas dan urut-urutan logis
pelaksanaannya. Tentu saja kan masih ada persoalan-persoalan manajerial yang
lain, misalnya upaya untuk menjamin bahwa tugas-tugas tersebut dilaksanakan
dengan benar dan tepat waktunya serta melakukan tindakan-tindakan perbaikan
yang diperlukan apabila ternyata pelaksanaan tugas tersebut melenceng dari
rencana.
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyaratan ini
menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara
berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Dalam hubungan ini
menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan
suatu sistem satuan administrasi tunggal seperti halnya satuan tentara yang
besar yang hanya memiliki satu satuan komando tanpa kompartementalisasi atau konflik
di dalamnya. Tentu saja sarjana ini tidak bermaksud untuk menganjurkan sistem
semacam itu. Perlu dicamkan bahwa terlepas dari persoalan bahwa adanya
koordinasi yang sempurna itu amat diperlukan, kondisi seperti ini sebenarnya
hampir–hampir tidak mungkin bias diwujudkan dalam kehidupan nyata kebanyakan
organisasi yang umunya bercirikan adanya departementalisasi, profesionalisasi
dan aneka kegiatan dari berbagai kelompok yang boleh jadi ingin melindungi
nilai-nilai, tujuan dan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Komunikasi
memang memainkan peran penting bagi berlangsungnya koordinasi dan implementasi
pada umumnya. Namun komunikasi yang benar-benar sempurna sebetulnya merupakan
kondisi yang sulit untuk bias diwujudkan. Walaupun sistem informasi manajemen
mungkin dapat membantu dalam memadukan arus informasi yang diperlukan,
informasi ini belum bias menjamin bahwa data, saran dan perintah-perintah yang
dihasilkan benar-benar dimengerti sebagai apa yang dikehendaki oleh pihak yang
mengirimnya. Koordinasi bukanlah menyangkut persoalan mengkomunikasikan
informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang baik, melainkan
menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yakni praktek pelaksanaan
kekuasaan pernyataan ini mengantarkan kita pada persyaratan terakhir mengenai
implementasi yang sempurna.
10) Pihak-pihak yang
memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna. Pernyataan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi
ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah/ komando
dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan
terhadap perintah itu maka ia harus dapat diidentifikasi oleh kecanggihan
sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang
andal.
2. Konsep pembangunan
Menurut Kunarjo (1992: 7) mengemukakan bahwa perencanaan adalah
suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang
akan datang dan diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Oleh karena itu
dalam perencanaan pembangunan harus dipertimbangkan beberapa aspek antara lain:
keadaan pada saat sekarang. Keberhasilan dan kegagalan dimasa lalu, potensi
yang ada atau dimiliki dan kemampuan merealisasi potensi tersebut serta mengatasi
kendala yang dijumpai ataupun mungkin dijumpai.
B. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang
berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan Aplikasi), mengutip
pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program
pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Kondisi lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi
implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan
sosiokultural serta keterlibatan penerima program.
2. Hubungan antarorganisasi
Dalam banyak program, implementasi
sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu
diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program.
3. Sumberdaya organisasi untuk implementasi
program
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resourches) maupun
sumberdaa non-manusia (non human resourches).
4. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik dan
kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi suatu program. (Subarsono, 2005: 101).
Pembangunan merupakan keharusan yang
tidak boleh tidak dilaksanakan untuk dapat menghasilkan pencapaian target yang
ingin dicapai. Rencana merupakan buah pikiran yang telah diolah berdasarkan
kenyataan potensi sumber daya yang dimiliki. Adapun kegunaan perencanaan
pembangunan antara lain:
1. Sebagai pedoman pelaksanaan suatu kegiatan
sehingga pelaksanaan sesuai rencana yang telah ditetapkan.
2. Dapat mengurangi pemborosan dana maupun waktu.
3. Program dapat selesai pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Agar sesuatu yang dikehendaki dapat tercapai
dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan sekecil mungkin.
C. Gambaran Implementasi Pemerintah dan
Pelaksanaan Pembangunan Pendidikan
Menurut
Van Meter dan Van Horn (2008: 65) merumuskan proses implementasi ini sebagai “those
action by public or private individuals (or groups) the are directed at the
achievement of objectives set forth in priorpolicy decisions” (tindakan-tindakan
yang dilakukan baik oleh indivisu-individu/ pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan ada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
Sudarwan Denim (2007: 2) pada tataran
yang lebih operasional, dunia pendidikan di Indonesia juga masih menghadapi
aneka permasalahan yang memerlukan upaya pemecahan secara sistemik dan
sistematik yaitu:
1. Masih rendahnya pemerataan akses untuk
memperoleh pendidikan, baik karena faktor ekonomi, kultural, maupun geografis.
2. Mutu proses dan iuran pendidikan kita untuk
sebagian besar belum terandalkan dilihat dari capaian prestasi belajar peserta
didik dan keterampilan yang diperoleh.
3. Iuran pendidikan untuk sebagian besar belum
relevan dengan kebutuhan pembangunan dan dunia kerja.
4. Kemampuan manajemen pendidikan yang masih
lemah, sehingga muncul aneka distorsi dan sulitnya mendongkrak partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan.
5. Usaha-usaha inovasi atau pembaruan pendidikan
yang dilakukan selama ini belum diimplementasikan secara optimunm akibat masih
relatif lemahnya komitmen guru dan tenaga kependidikan serta dukungan
masyarakat untuk menjaga sustanbilitasnya.
Model yang dikembangkan oleh Daniel
Mazmania dan Paul A. Sabatier (2008: 81) yang disebut A frame work for
implementation analysis (kerangka analisis implementasi) berpendapat bahwa
peran penting dari analisis implementasikan kebijaksanaan ialah mengdenfikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi.
Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori besar, yaitu:
a. Mudah
tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.
b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk
menstruktur secara tepat proses implementasinya, dan
c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik
terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan
kebijaksanaan tersebut.
Demikian juga menurut mazmania dan
sabatir (2007:31) ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi.
a. Variabel independent yaitu mudah
tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan
teknis pelaksanaan keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
b. Variabel intervening yaitu variabel
kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasinya dangan indikator
kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hierarkis diantara lembaga
pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar.
c. Variabel dependent yaitu pemehaman dari
lembaga/ badan pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek,
hasil nyata, penerima atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar.
Upaya
pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan selama ini terus menerus
dilaksanakan namun yang dicapai belumlah memuaskan. Dikatakan demikian setelah
melihat indikator NEM yang diperoleh siswa sangat rendah dan dilihat dari aspek
non akademik, banyak kritik terhadap masalah kedisiplinan, modal dan etika,
kreativitas kemandirian dan sikap demokratis yang tidak mencerminkan ditingkat
kualitas yang diharapkan.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi
dalam Pembangunan Pendidikan
Pelaksanaan
pembangunan pendidikan adalah tindak lanjut dari perencanaan yang telah
dimusyawarahkan dalam rapat daerah. Menurut Nyoman (1992: 94) mengemukakan
bahwa wujud dari peranserta masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dapat
berupa peranserta dalam bentuk tenaga, barang atau material ada juga yang
menyumbangkan sejumlah uang.
Aceng (2007: 8), faktor-faktor yang
mempengaruhi kurang efektifnya kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan
pendidikan yaitu:
1. Adanya kesalahan dalam mengartikan proses
pendidikan. Sekolah dianggap sebagai industri ilmu pengetahuan dan jasa, serta
tidak lagi diartikan sebagai tempat dan budaya belajar, tempat proses yang
menghasilkan kesadaran, sikap dan perilaku yang akan digunakan sebagai modal
kemajuan dan jati diri.
2. Ilmu pengetahuan masih diorientasikan sebagai
barang komoditas konsumsi guna mendapati predikat sosial. Proses pendidikan
hanya dipersepsikan sebagai prasyarat formal demi kelulusan, dan bukan demi
pendalaman ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuka cakrawala guna mencari
alternatif pemikiran dalam memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat.
3. Sekolah/ kampus mirip sebuah industri/ bisnis
komoditas ilmu pengetahuan ang dalam perkembangannya mengekor kemajuan
masyarakat dan dunia industri.
4. Terdapatnya kesan bahwa pendidikan formal
banyak dititikberatkan pada mengajar dan bukan pada keteladanan nilai-nilai
hidup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi menurut Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier (2008: 81) terdapat
beberapa faktor yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan
2. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan
proses implementasi
3. Varabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi
proses implementasi.
Madya (2009: 28), pendidikan
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan
perundangan lainnya dengan tetap mengedepankan prinsip demokrasi, kemanusiaan,
serta penghormatan atas hak-hak azasi manusia, melaksanakan pengelolaan pendidikan
dalam proses pembelajaran berdasarkan prinsip ilmu kependidikan serta segala
ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan yang disepakati penyelenggara
pendidik dan membangun serta membina hubungan kerjasama yang setara dan saling
menghargai sebagai mitra pendidikan dengan penyelenggara pendidikan dan
pemerintah, yaitu:
1. Pembangunan pendidikan sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lainnya dengan tetap
mengedepankan prinsip demokrasi, kemanusiaan, serta penghormatan atas hak-hak
azasi manusia.
2. Pengelolaan pendidikan dan proses pembelajaran
berdasar prinsip ilmu kependidikan serta segala ketentuan tentang penyelenggara
pendidikan.
3. Membangun serta membina kerjasama yang setara
mitra pendidikan dengan penyelenggara pendidikan dan pemerintah.
Sedangkan Hudaya (2008: 27)
mengidentifikasi pemerintah dalam pelaksanaan meningkatkan mutu pendidikan maka
guru diharapkan dapat:
1. Berupaya dengan sekuat tenaga menjaga harkat
dan martabat pemerintah dengan menghindari segala ucapan, tindakan, dan
perilaku yang dapat mencerminkan citra negara.
2. Berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin
ilmu pendidikan serta ilmu yang berkaitan dengan pendidikan dan bidang studi
yang menjadi kompetensi guru.
3. Terus menerus meningkatkan kompetensi
profesionalnya selama menunaikan darma baktinya.
4. Membimbing, mengajar, dan melatih peserta
didik secara optimal dan profesional untuk mencapai kualitas lulusan yang
setinggi-tingginya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan peran pemerintah dalam pembangunan pendidikan memikul tanggung
jawab dalam kegiatan meningkakan mutu pendidikan. Keterlibatan pemerintah dan
guru itu dapat berupa sumbangan tenaga, barang dan uang, misalnya kesediaan
memberikan pengajaran yang baik kepada peserta didik dalam pembangunan
pendidikan. Kesediaan pemerintah dalam memberikan pendidikan gratis pada
masyarakat sangat membantu bagi kalangan masyarakat sebagaimana diketahui
banyak anak-anak putus sekolah karena faktor biaya dengan adanya kebijakan
pemerintah pendidikan gratis itu sangat membantu bagi masyarakat kecil.
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian dari tinjauan
pustaka, kerangka pikir di atas mengenai pengertian teori dan penjelasan
melalui implementasi pembangunan pendidikan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kurang efektifnya pembangunan pendidikan, maka dari itu perlu
diadakan perencanaan pembangunan pendidikan yang baik. Maka secara sederhana
kerangka pikir yang dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEBIJAKAN
Ø
Kondisi lingkungan
Ø
Hubungan antar
organisasi
Ø
Sumber daya organisasi
untuk implementasi program
Ø
Karateristik kemampuan
agen pelaksana
|
PEMBAGUNAN
PENDIDIKAN
|
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
|
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Jenis data
Jenis
data yang dipakai adalah sebagai berikut:
a.
data kuatitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka, dan
b.
data kuatitatif
yaitu data yang bersifat kualitas yang menunkjukkan intensitas maupun mutu.
2. Sumber data
Sumber
data yang dipergunakan dalam rangka penelitian dapat diuraikan berikut ini.
a.
Data printer
adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan dari
para pegawai yang telah ditentukan yang berhubungan dengan objek penelitian.
b.
Data skunder
adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan dokumen-dokumen kantor
serta referensi lain yang berkaitan dengan penelitian yang menunjang data
printer.
Ada
3 macam yang mengenai sumber data maka ketiga macam sumber data tersebut,
Arikota (2006: 129) menyatakan sebagai berikut:
1.
Proses adalah
sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara
atau jawaban tertulis melalui angket. Sumber data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Aparat Kantor kecamatan Panca rijang Kabupaten Sidenreng
Rappang yang berkaitanj implamentasi kebijakan dan budaya kerja terhadap
produktivitas kerja pegawai.
2.
Pleace adalah
sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak , dalam
penelitian ini sumber data yang digunakan adalah Kantor Kecamatan Panca Rijang
Kabupaten Sidenreng Rappang.
3.
Paper adalah
sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau
simbol-simbol lain yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi. Sumber data
berupa paper dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang ada di Kantor
Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang dan buku-buku atau perturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian.
B. Lokasi
Penelitian
Penelitian
yang dilakukan pada wilayah pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya
pada kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panca Rijang termasuk salah
satu daerah dalam yang melaksanakan otonomi daerah. Sehingga pembangunan
pendidikan oleh pemerintah daerah sangat baik untuk peneliti.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sebelum mengetahui apa yang dimaksud dengan
populasi, terlebih dahulu harus menentukan luas daerah populasi agar kita lebih
muda memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan.
Populasi ini dapat diartikan bahwa seluruh
penduduk individu yang menjadi sasaran
atau objek penelitian.
Menurut Sudjana (1989: 56) seluruh penduduk yang
dimaksud untuk diselidiki disebut populasi atau universe, di mana populasi
dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai
sifat-sifat atau ciri-ciri yang sama.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang
dijadikan objek penelitian dan memiliki sifat dan ciri yang sama. Dengan demikian,
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang berada pada Kantor
Unit Pelaksana Teknis Daerah.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang
dijadikan contoh peneliti dapat menetapkan sampel sebagai objek penelitian yang
mempunyai sifat dan ciri yang relatif sama.
Dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa
sampel adalah sejumlah penduduk yang kurang dari populasi, juga sampel harus
mempunyai paling sedikit satu sifat dan ciri yang sama baiknya dengan sifat kodrat
maupun sifat pengkhususan.
Objek penelitian yang berpedoman paqda pendapat
yang menyatakan, sebenarnya tidaklah ada satu aturan yang pasti beberapa persen
suatu sampel yang harus diambil dari populasi.
Ketiadaan aturan yang pasti itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada
seorang peneliti. Untuk memperoleh gambaran yang tepat dan perposisonal maka
akan ditarik sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 % dari total sebanyak 160 orang, maka
besarnya sampel adalah 40 orang.
Metode penarikan sampel yang dilakukan adalah
metode random sampel yaitu memilih secara acak sejumlah populasi hingga
mencukupi jumlah sampel yang dibutuhkan.
D.
Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan memahami penulisan ini maka akan
disajikan definisi operasional variabel yang digunakan serta istilah penting
yang berkaitan dengan penelitian antara lain:
1. Perencanaan adalah
suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang
akan datang dan diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.
2. Implementasi adalah
seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul satu keputusan atau implementasi
adalah operasional dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu.
3. Kebijakan pemerintah
pada kenyataannya bersumber pada orang-orang membawa implikasi tertentu
terhadap konsep kebijakan pemerintah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan penulis adalah:
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan secara langsungterhadap objek penelitian sehingga data yang
signifikan dengan apa yang akan dicatat sebagai informasi.
2. Questioner
Questioner adalah teknik pengumpulan data dengan membuat
sejumlah pernyataan yang disebarkan untuk diisi oleh responden yang telah
dipilih yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.
3. Interview
Interview yaitu teknik pengumpulan data dengan wawancara
langsung dengan informan kunci erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.
4. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yakni suatu kegiatan membaca dan
mengumpulkan literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
F. Teknik Analisis Data
Metode
analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2006:11) metode
diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih tanpa memuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel
lain.
Berdasarkan metode penelitian tersebut, maka penulis
dalam menampilkan data, menafsirkan, dan menggambarkan suatu objek, serta
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta-fakta empirik yang berada di lapangan
kemudian diartikan dengan teori yang bersifat umum dan baku.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1987. Prinsip-prinsip
total Quality Service. Ando Offset, Yogyakarta.
Aceng. 2007. Suara
Guru. Mempererat hubungan Pemerintah dan guru, PP PGRI, Jawa.
Dunsire Andrew. 2008. Dasar-dasar Pelayanan Publik. Edisi Revisi Galia Indonesia, Jakarta.
Hodgkinson Crishtopher. 2008. Pengelompokan Penetapan Kebijaksanaan. Solihin Abdul Wahab. Jakarta.
Hoodwood dan Gunn. 2008. Model-model Implementasi, Remaja Rusdakarya, Bandung.
Hudaya, 2008. Suara
Guru dalam Pembangunan Pendidikan. PP PGRI. Bandung.
Munir, 2000, Manajemen
Pelayanan Publik, Bina Aksara, Jakarta.
Mazmania dan Paul A. Sabatier. 2008. Pedoman-Pedoman Kebijaksanaan. Solihin
Abdul Wahab, Jakarta.
Madya 2009. Suara
Guru Citra Pendidikan. PP PGRI, Semarang.
Majone dan Wildausky. 2008. Implementing Officials. Alfabeta. Bandung.
Nugroho. 2006. Kebijakan
Publik. Bina aksara. Jakarta.
Porker Jaya 2007, Pelayanan Publik . Rineka Cipta. Yogyakarta.
Salusu, 2996. Manajerial
Pelayanan Umum. Universitas Terbuka, Jakarta.
Sudarwan 2007. Mempererat
hubungan PGRI dengan EI. PP PGRI, Semarang.
Sondang P.
Siagiang, 1984. Penerapan Staf dalam
Manajerial, Gunung Agung, Jakarta.
Van Moter dan Van Horn. 2008. Proses-proses Implementasi. Gunung Agung. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar